Kamis, 26 Januari 2012

Budaya Anak Nagari



"Segi Tiga Pertumbuhan" 
Kapur IX 50 Kota; Kab.Pasaman Timur dan Kab. Rokan Hulu Provinsi Riau


Merintis Jalan Sialang ke Galugua



Galugua dan Tanjuang Jajaran adalah daerah harapan yang akan membuka "kunci" Pembangunan Sumatera Bagian Tengah .
Kawasan perbatasan Kapur IX,bagian Utara  kaya dengan  potensi Sumber Daya Alam , Hutan, Air, dan Tambang, banyak sekali tersedia disini. Mungkin masih tetap dianggap Cadangan oleh Pamerintah . Sementara itu penerobos dengan usaha-usha liar telah masuk ke sana.  Menembus Isolasi Galugua: Kecamatan Kapur IX, ke berbatasan dengan Rokan Hulu Prov.Riau dan Kab. Pasaman Sumbar, adalah langkah stretgis yang diambil Bupati Kabupaten 50 Kota; dr. Alis Marajo .

Senin, 23 Januari 2012

Kaba Nagari

cerita tentang Adat dan Istiadat Minangkabau di Nagari

Situs Budaya dan Sejarah






1.Rumah Gadang dan Surau  

Rumah Gadang dan Surau menjadi alat kelengkapan Adat din Nagari-nagari terutama dalam suku sebagai komunitas terkecil Orang Minangkabau  disebut suku. Disamping rumah gadang, ada rumah tempat tinggal lainnya dalam suatu wilayah yang dikuasai suku bernama Ulayat Suku atau pusako tinggi. Peran dan fungsi Rumah Gadang dan pusako tinggi diatur dengan aturan Adat/Istiadat dalam sebuah dewan yang terdiri dari Bundo Kanduang, Ninik, Mamak, Rang Tua, Rang Mudo, Cerdik dan Pandai yang diketuai oleh seorang  Pang-Ulu /Pangulu ( Pangka dan Ulu - tidak bisa disamakan dengan pengertian “Penghulu”di Jawa ). Pangulu itu bukan Raja/King; atau Komandan yang bisa menetapkan segala sesuatu. Pangulu adalah orang yang hanya didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting.
Kehidupan suku tersebut dikendalikan Pangulu dari Rumah Gadang, sebagai tempat berkumpulnya warga yang jadi anggota suku. Rumah Gadang menjadi simbol keberadaan suku, disebut pula sebagai “rumah adat”. Panggilannya tetap rumah gadang sekalipun ukurannya kecil. Rumah itu besar dan dibesarkan oleh adat/istiadat suku.
Disamping rumah gadang pada awalnya juga sebuah bangunan lain yang disebut “surau”. Surau ini memegang peranan "sangat" penting dalam pertumbuhan dan perkembangnan adat istiadat di Minangkabau. Melalui surau biasanya segala sesuatu keperluan dan kepentingan suku dapat diopersionalkan dengan cepat. 
2. Asal Usul Surau.
Surau dikendalikan oleh Pemimpin spiritual (Imam) suku yang dipimpin Pang-Ulu. Surau memegang memegang peranan penting, sejak awal sejarah pertumbuhan masyarakat berketurunan menurut garis ibu ini dalam budaya Minangkabau.  Pendidikan dan pengajaran orang Minang berlangsung di surau ini yang melahirkan putera-putera berbudaya Minang, berbudi, ber-akal, berilmu dan terampil, serta menguasai bela diri Silat.
 “Surau adalah bangunan kecil yang terletak di puncak bukit atau di tempat yang lebih tinggi  dibanding lingkungannya, dipergunakan untuk menyembah arwah nenek moyang”1.  
Pemimpin di surau ini kalau dulunya disebut “dukun”, “Guru” atau terakhir dikenal dengan panggilan “Imam”.Surau pada awalnya disamping berfungsi sebagai tempat peribadatan Hindu-Budha, juga menjadi tempat berkumpul anak muda mempelajari berbagai pengetahuan serta keterampilan, termasuk belajar bela diri ( silat ) sebagai persiapan menghadapi kehidupan dan tempat berkumpulnya lelaki dewasa yang belum menikah atau yang sudah duda. Disinilah tenaga potensial suku terhimpun, maka surau bisa dianggap kunci kekuatan suku. Pertumbuhan dan perkembangan Suku perlu dilihat, dari “surau” yang merupakan motor penggerak suku untuk meng-aplikasi-kan adat. Dari peranan dan fungsi surau ini dapat diketahui dinamika masing-masing suku.
Kata “Surau” muncul jauh sebelum langgar atau mushalla berdiri, dan istilah surau itu merupakan warisan dari agama Hindu-Budha atau para leluhur mereka yang menganut animisme, dinamisme ataupun politeisme. Penggunaan istilah langgar biasanya digunakan shalat dan mengaji bagi kaum muslim di Jawa. Setelah melaksanakan ibadah shalat, para jama’ah melanjutkan dengan membaca Al-Qur’an bersama yang dipimpin imam (guru) yang ditunjuk sebagai pendidik di surau.
Surau disamakan pula dengan pesantren di Jawa, langgar dan mushalla dan sebagainya; namun kata suaru dalam Bahasa Melayu tersebut akar katanya dapat ditemukan dalam bahasa Tamil “santre” yang berarti “guru mengaji”. Dalam bahasa India dikenal dengan kata “shastri” dari akar kta “shastra” yang berarti “buku-buku suci”, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan. Di luar Pulau Jawa lembaga pendidikan ini disebut dengan nama lain surau ( di Sumatera barat ), dayah ( Aceh) dan pondok ( daerah lain)”

Cintuak Mont: PADANG JOPANG "PEMBARUAN"

Minggu, 22 Januari 2012

Mendirikan Rumah Godang (Pasumayam)

Pasumayam: artinya tempat tinggal dan hidup, yang memakai kata batu masih ditemui seperti “ Batu Tagak, batu congkak, batu kudo, batu baiduang, batu banyak, batu caturan, batu jonjang, batu lombuk, batu udi, batu balaki, batu loweh, batu sandaran rajo, batu batuah, batu ajuang, batu baririak, tabiang batu mejan, batu kurisi, losuang batu dan sebagainya.
Museum dengan bangunan Rumah Adat di kebun bunga (binatang) di Bukittinggi.
MENDIRIKAN RUMAH GADANG 

Rumah Gadang didirikan di atas tanah suku yang bersangkutan. Jika hendak didirikan, panghulu dari kaum tersebut mengadakan musyawarah terlebih dahulu dengan anak kemenakannya. Setelah dapat kata sepakat dibawa kepada panghulu-panghulu yang ada dalam persukuan dan seterusnya dibawa kepada panghulu-panghulu yang ada di nagari. Untuk mencari kayu diserahkan kepada orang kampung dan sanak keluarga. Tempat mengambil kayu pada hutan ulayat suku atau ulayat nagari. Tukang yang mengerjakan rumah tersebut berupa bantuan dari tukang-tukang yang ada dalam nagari atau diupahkan secara berangsur-angsur. Rumah yang dibangun diperuntukkan pada keluarga perempuan, sedangkan untuk laki-laki dibangun rumah perbujangan (setelah Islam masuk maka kaum laki-laki tidur di surau). Walaupun diperuntukkan bagi perempuan, namun yang berkuasa adalah Penghulu, dan yang bertanggung jawab langsung pada Rumah Gadang tersebut adalah Tungganai, laki-laki tertua dalam rumah. Bila Rumah Gadang sudah tua dan perlu diperbaiki, maka seluruh anggota kaum mengadakan mufakat. Seandainya Rumah Gadang akan dibuka (dirobohkan) lantaran tidak mungkin lagi diperbaiki, harus setahu orang kampung atau senagari, terutama sekali panghulu yang ada di nagari tersebut. Tidak semua keluarga dibolehkan mendirikan Rumah Gadang dan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat itu antara lain kaum yang akan mendirikan rumah gadang itu; merupakan kaum asal di kampung tersebut dan mempunyai status adat dalam suku dan nagarinya. Walaupun ada kaum yang kaya, kalau dia merupakan keluarga pendatang baru yang tidak mempunyai status adat dalam suku dan nagari tersebut, tidak dibenarkan mendirikan Rumah Gadang. Walaupun demikian, kemufakatan dari panghulu yang ada pada suku dan nagari sangat menentukan apakah sebuah kaum dibenarkan mendirikan Rumah Gadang atau tidak. Dilihat dari cara membangun, memperbaiki dan membuka rumah gadang, ada unsur kebersamaan dan kegotongroyongan sesama anggota masyarakat tanpa mengharapkan balas jasa. Fungsi sosial sangat diutamakan dari fungsi utamanya. Walaupun suatu rumah gadang merupakan milik dan didiami oleh anggota kaum tertentu, namun pada prinsipnya; rumah gadang itu adalah milik nagari, karena mendirikan sebuah rumah gadang didasarkan atas ketentuan-ketentuan adat yang berlaku di nagari dan setahu panghulu-panghulu untuk mendirikan atau membukanya. FUNGSI RUMAH GADANG Rumah Gadang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat acara adat. Ukuran ruang tergantung dari banyaknya penghuni di rumah itu. Namun, jumlah ruangan biasanya ganjil, seperti lima ruang, tujuh, sembilan atau lebih. Sebagai tempat tinggal, rumah gadang mempunyai bilik-bilik dibagian belakang yang didiami oleh wanita yang sudah bekeluarga, ibu-ibu, nenek-nenek dan anak-anak. Fungsi rumah gadang yang juga penting adalah sebagai iringan adat, seperti ; 1. menetapkan adat 2. atau tempat melaksanakan acara seremonial • adat seperti kematian, • kelahiran, • perkawinan, mengadakan acara kebesaran adat, 3. tempat mufakat dan lain-lain. Perbandingan ruang tempat tidur dengan ruang umum adalah; sepertiga untuk tempat tidur dan dua pertiga untuk kepentingan umum. Pemberian ini memberi makna bahwa kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.

Kamis, 12 Januari 2012

Tanah Ulayat Di Simon View

Pada masa awalnya, surau berperan dalam agama Hindu - Budha, demikian pula diperkirakan di Minangkabau sebelum Agama Islam masuk. Surau digunakan sebagai tempat penyembahan ruh nenek moyang. Keberadaan surau didirikan diatas puncak bukit atau dataran yang lebih tinggi di lingkungannya.Surau digunakan untuk berdoa atau melakukan kontemplasi (asketis) para warga yang sedang bermunajat kepada Yang Maha Agung. Bangunan surau pada masa-masa awal itu, surau dikesankan sebagai bangunan yang sakral, berwibawa, dikeramatkan oleh segenap warga disekelilingnya. Setelah Agama Islam masuk surau kemudian pindah lokasi dari Puncak Bukit ke dekat 
sumber air,atau ke tepi sungai. Peran Surau. 


Senin, 09 Januari 2012

GONJONG LIMO BANDUNG



TARIAN Pasambahan menandai dibukanya rangkaian puncak Festival Minangkabau "50 Gonjong Limo Bandung" bertempat di Gedung New Majestic Jalan Braga Bandung, Sabtu (23/4) malam.* BANDUNG, (PRLM).- Puncak perayaan “50 Gonjong Limo Bandung” yang diselenggarakan, Sabtu (23/4) malam bertempat di Gedung New Majestic Jalan Braga Bandung, berlangsung meriah. Selain dihadiri Gubernur Jawa Barat H. Ahmad Heryawan dan anggota DPR RI Hj. Popong Otje Djundjunan, juga dihadiri Sekda Sumatera Barat, Mahmudi Rifai, dan Wakil Walikota Payakumbuh, Syamsul Bahri, serta Bundo Kanduang dari enambelas Nagari Minangkabau. Puncak acara “50 Gonjong Limo Bandung” diawali dengan prosesi carano (makan daun sirih), Gubernur Jawa Barat H. Ahmad Heryawan dan tamu kehormatan lainnya yang sebelumnya disambut dengan Bundo Kanduang dari enambelas nagari Minangkabau. Diiringin talempong (gamelan khas Minangkabau) Ahmad Heryawan serta tamu kehormatan lainnya masuk ke dalam gedung dan langsung disambut tarian Pasambahan. “Ini merupakan bentuk penghormatan bagi saya pribadi maupun warga Jawa Barat dapat berbaur bersama warga Minangkabau pada malam ini. Saya memberikan apresiasi setinggi-tingginya bagi masyarakat Minangkabau,” ujar Ahmad Heryawan. Kehadiran warga Minangkabau di Kota Bandung khususnya dan Jawa Barat pada umumnya, Ahmad Heryawan berharap, warga Minangkabau untuk bersama-sama membangun Jawa Barat. Karena sudah diakui sebagai bagian dari warga Jawa Barat, warga Minangkabau juga diharapkan mampu menjaga tali persaudaraan dan kerukunan diantara masyarakat Jawa Barat. Rangkaian acara “50 Gonjong Limo Bandung” yang terangkum dalam Festival Minangkabau, sebenarnya sudah berlangsung sejak 29 Maret lalu dan berakhir pada Sabtu (23/4) malam tadi. Rangkaian Festival Minangkabau diisi dengan Turnamen Futsal dan Lomba Vokal Grup. Sementara kegiatan yang dipusatkan disepanjang Jalan Braga mulai depan Bank Jabar hingga persimpangan Jalan Asia Afrika (Museum KAA Gedung Merdeka) diwarnai dengan kegiatan Lomba Manatiang Priang (menyusun piring), Pameran Wisata Nagari Minangkabau, Bazar Kuliner Nagari Minangkabau, Pentas Seni dan puncaknya pegelaran Rantak Minangkabau. (A-87/das)***