Barih Balabeh



Ukiran Rumah Bagonjong
Rumah Adat Minangkabau "berubah"
 
 


Barih Balabeh Nagari : Diharapkan akan datang dari Anak Nagari, Penghulu , Penghulu Pemangku Adat dan Ninik Mamak dan Cerdik Pandai Nagari yang mengerti tentang sejarah pertumbuhan Adat, serta perkembangan suku di dalam Nagari masing-masing.Diberlakukan sebagai format dan dasar -dasar mendirikan Adat-istiadat di Nagari. Kiriman tulisan dan komentarnya tentang Tambo Alam serta Undang Adat yang berlaku di Salingka Nagari sangat kami runggukan. Kata surau bermula dari istilah Melayu-Indonesia dan penggunaannya meluas sampai di Asia Tenggara. Sebutan surau berasal dari Sumatera Barat tepatnya di Minangkabau. Sebelum menjadi lembaga pendidikan Islam, istilah ini pernah digunakan (warisan) sebagai tempat penyembahan agama Hindu-Budha.[1] Pada masa awalnya, surau juga digunakan sebagai tempat penyembahan ruh nenek moyang. Keberadaan surau cenderung mengambil tempat di puncak atau daratan yang tinggi untuk melakukan kontemplasi (asketis) para warga yang sedang bermunajat kepada Yang Maha Agung. Sehingga bangunan surau dikesankan sebagai bangunan yang ‘mistis’, karena memiliki ‘keramat’ atau sakral yang dipercayai oleh segenap warga disekelilingnya. Setelah keberadaan agama Hindu-Budha mulai surut dan pengaruh selanjutnya digantikan Islam, surau akhirnya mengalami akulturasi budaya ke dalam agama Islam. Setelah mengalami islamisasi, surau akhirnya menjadi pusat kegiatan bagi pemeluk agama Islam dan sejak itu pula surau tidak dipandang lagi sebagai sesuatu yang mistis atau sakral. Surau menjadi media aktivitas pendidikan umat Islam dan tempat segala aktivitas sosial. Kedatangan Islam ke Sumatera Barat telah memberikan perubahan bagi kelangsungan surau sebelumnya. Surau difungsikan sebagai sarana penyiaran agama Islam. Dalam batas-batas tertentu surau masih menyisakan suasana kesakralan masa Hindu-Budha dan merefleksikan sebagai simbol adat Minangkabau.

Tidak ada komentar: